Profil kali ini adalah seorang pengusaha sukses indonesia Dr A.B. Susanto, Pengusaha dengan Segudang Keahlian.
Mekipun berlatar belakang ahli hormon dan diabetes, karir A.B. Susanto sebagai konsultan manajemen lebih meroket. Tokoh yang kerap menjadi rujukan bagi para peminat berlian di tanah air itu kini sibuk mengurusi penderita lepra dan mengejar obsesi barunya, yakni mengembangkan ekonomi daerah.
SAMBIL tersenyum, A.B. Susanto menunjukkan sehelai kartu pos. Ada dua foto dirinya yang ikut nampang di situ. Susanto tidak sendirian. Di foto yang pertama, dia tampil bersama artis Sandra Dewi. Sedangkan di foto kedua dia didampingi Qory Sandioriva, putri Indonesia 2009. Di sisi lain, tertulis besar ”Hand in Hand for a World Without Leprosy”. Samsung Star
Sejak pertengahan 2009, pendiri The Jakarta Consulting Group (JCG) itu memang menjadi presiden Gerakan Masyarakat Peduli Indonesia dan Dunia tanpa Kusta (Gempita). Sandra Dewi kebetulan menjadi salah seorang duta lepra keliling.
”Mungkin karena tidak ada yang mau mengurusi, makanya saya yang ditunjuk,” canda Susanto saat ditemui di ruang kantornya di Wisma 46 -Kota BNI, lantai 32, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (9/6). Puluhan koleksi benda antik dari berbagai negara, mulai gading gajah hingga miniatur patung ala Mesir, menghiasi ruang kerja Susanto yang cukup luas tersebut.
Film terbaru November desember 2010
Susanto menyatakan sangat prihatin dengan kondisi Indonesia yang kini berada di tingkat ketiga penderita lepra tertinggi dunia setelah India dan Brazil. Padahal, obat yang sangat manjur, yakni MDT (Multi Drug Therapy) sebenarnya tersedia di semua puskesmas di seluruh Indonesia secara gratis. Kurangnya sosialisasi membuat penderita bukannya memperoleh pengobatan, tapi malah dikucilkan. ”Ini ironis sekali,” sesal pemilik nama lengkap Alfonsus Budi SusantoAlfonsus Budi Susanto itu.
Meskipun sekarang menjadi ”aktivis” di dunia lepra, pria kelahiran Jogjakarta, 9 September 1950, itu sebenarnya adalah doktor endokrinologi-diabetologi. Dalam bahasa sederhana, dia ahli dalam ilmu hormon dan diabetes.
Sewaktu lulus SMA Kolese de Britto, Jogjakarta, pada 1969, Susanto memang langsung berangkat ke Jerman. Dia masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Bonn. Begitu lulus, dia melanjutkan studi ke Universitas Duesseldorf, Jerman Barat, hingga meraih gelar doktor. Dia sempat berpraktik di sejumlah rumah sakit ternama di Jerman. Tapi, pada 1978, Susanto memutuskan pulang ke tanah air. Dia lantas menjadi direktur medis di Schering AG. Keuangan Pusat dan daerah
”Sejak awal sekolah di Jerman, saya memang berpikir untuk pulang. Saya merasa di sini (Indonesia, Red) lebih bisa menjangkau banyak orang daripada di Jerman. Dan, yang terpenting, Jerman bukan bangsa saya sendiri,” tutur Susanto.
Meski tak lama, Susanto juga pernah berpraktik di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat. Dia banyak menangani kasus jerawat yang dipicu ketidakseimbangan hormon. ”Saya kan mendalami bidang hormon dan pernah meneliti obat-obat jerawat,” katanya. Film terbaru november desember 2010
Sewaktu menjadi direktur medis di Schering AG, ketertarikan Susanto terhadap dunia dan disiplin ilmu manajemen mulai tumbuh. Di usia yang memasuki kepala tiga, Susanto memutuskan untuk mengambil program S-1 ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dia juga meraih gelar master of arts (MA), American Studies, di universitas yang sama.Jakarta Motor Show
Pada 1983, Susanto mendirikan The Jakarta Consulting Group (JCG) yang terus berkembang hingga sekarang. Tidak hanya dikenal luas sebagai pengusaha sukses, kepakaran Susanto di bidang manajemen juga mumpuni. Puluhan buku manajemen telah dia hasilkan. Beberapa di antaranya, cukup familier, terutama buku berjudul Manajemen Pemasaran di Indonesia yang ditulisnya bersama Philip Kotler, sampai dua edisi.
Sebaliknya, belum ada satu pun buku yang dia tulis bertema dunia kedokteran. Misalnya, soal diabetes. Tulisan Susanto untuk kongres-kongres dunia kedokteran sebenarnya cukup banyak. Tapi, dia tidak sempat mengompilasi menjadi buku. Bahkan, dia pernah menerima ******* medika award pada 1980 untuk tulisan-tulisannya.
”Mungkin itu kurang tertibnya kalau bergerak di bidang medis. Kalau kita (manajemen) agak lebih tertib. Ada semua catatannya,” canda Susanto yang sempat maju sebagai caleg PKB untuk DPR pada Pemilu 2004 dan 2009 di DKI Jakarta.
Dengan nada bercanda, Susanto mengatakan kini telah menemukan garis merah antara diabetes dan ilmu manajemen. Menurut dia, pengobatan diabetes adalah bidang ilmu kedokteran yang paling banyak menggunakan prinsip manajemen. Karena penyakitnya nggak bisa sembuh, jelas Susanto, mau tidak mau penderita diabetes harus bisa hidup dengan penyakit itu. Untuk melakukan itu, ada tiga variabel penting yang harus dikelola dengan disiplin tinggi. Yakni, porsi makan, obat, dan gerak tubuh atau olahraga.
”Saya juga selalu memberikan nasihat dan konseling kepada pasien soal ini,” ujarnya.
Dalam konteks yang berbeda, aktivitas memberikan nasihat dan konseling ini kini tetap dipraktikkan Susanto melalui JCG. Namun, sasarannya bukan penderita diabetes, melainkan mitra bisnis.
Sebagai konsultan, Susanto kini tengah bergerak ke ”arah lain”. Dia mengatakan bercita-cita mendorong pengembangan ekonomi daerah. Menurut pengusaha sukses Susanto, Indonesia akan maju kalau regional economic development bagus.
"Ini bagian yang sejak era otoda tertinggalkan. Sekarang tiba saatnya ke arah sana. Setahun ini saya bersiap-siap mau mencoba ikut menyumbang dalam pembangunan daerah dengan pemanfaatan data-data geospasial,” katanya.
Program yang disebut STIPS (space and time information for policy and strategy) disiapkan. Program itu, kata Susanto, akan menjadi jembatan bagi para pemangku kepentingan, mulai pemerintah, investor, hingga publik luas, untuk mengetahui potensi daerah melalui cara yang mudah.
”Kami memberikan jasa dengan membesarkan hati para pimpinan daerah untuk membuat keputusan strategis dengan menggunakan data ini. Ini sedang menjadi passion saya,” kata Susanto.
Selain ahli diabetes dan manajemen, Susanto punya spesialisasi keahlian yang lain, yakni menaksir berlian. Saat di Jerman, Susanto juga menempuh studi di Institute Gemmological Idar Oberstein, Jerman Barat. Predikat gemologist pun dia sandang. Gemologist adalah sebutan untuk ahli identifikasi batu mulia.
”Orang tua saya kebetulan pedagang jewelery. Makanya, saya senang dengan berlian. Dan, saat di Jerman, saya punya kesempatan untuk belajar secara formal dan sistematis tentang berlian,” cerita suami Tati Susanto itu. ”Ilmu berlian” itu kemudian ”diturunkan” kepada dua putrinya, Patricia Susanto dan Yohana Susanto.
”Saya bisa mengajari seseorang dengan cepat sampai menjadi ahli. Ini ilmu yang tidak jelek untuk dipelajari kok,” katanya, lantas tersenyum.
Karena pengetahuannya itu, banyak kolega yang meminta bantuan penilaian dari Susanto saat hendak membeli berlian. Meski begitu, sekarang Susanto membatasi diri hanya kepada berlian ”kelas tinggi”. Biasanya 12 karat (satuan pada berlian) ke atas. ”Kalau yang standar-standar, saya sudah nggak tahu,” kata Susanto.
Dia mengatakan, kini berlian 20 karat termasuk langka. Produksinya di dunia per tahun hanya sekitar 50 butir. Harga per satu butir berlian 20 karat bisa mencapai USD 2 juta atau hampir Rp 20 miliar. ”Nah, kalau ada 2-3 berlian ‘mampir’ ke Indonesia, saya pasti tahu. Pasti ada saja yang memberi tahu,” ujarnya.
Susanto menuturkan, berlian kelas tinggi itu biasanya datang dari Tel Aviv (Israel) dan New York (AS). Ketika kabar masuknya berlian itu beredar, sejumlah kolega biasanya langsung mengkontak Susanto untuk konsultasi. Pertanyaannya tak jauh dari soal harga yang pantas, peluang investasi, dan potensi buyer jika mau diperjualbelikan kembali.
”Pembeli berlian (di Indonesia, Red) kan orang-orang itu saja. Beberapa orang yang kita kenal selalu basisnya trust,” kata dia.
Menurut dia, berlian besar dan bagus sekarang cenderung digunakan untuk investasi. Faktor langka membuat harga berlian terus meningkat dari waktu ke waktu.
Sayang, Susanto tak mau menyebutkan beberapa nama kolektor berlian ”kelas tinggi” di Indonesia. Begitu pula soal honor yang diperoleh Susanto setiap memberikan konseling proses jual beli berlian. ”Itu rahasia dapur,” ujar pria yang kini dalam penyembuhan kelumpuhan yang dideritanya itu.
Saat ditemui, Susanto sudah mulai berlatih berjalan tanpa menggunakan tongkat. Dia mengalami lumpuh pada Maret-Agustus 2008 karena dugaan malapraktik sebuah rumah sakit di kawasan Lippo Karawaci. Proses hukum (kasus malapraktik itu, Red)-nya masih berjalan.
Memang, Susanto sudah bisa kembali berjalan meski dengan bantuan tongkat. ”Tapi, seminggu terakhir mulai lepas tongkat. Soalnya, pakai tongkat menimbulkan dampak kurang bagus. Jalannya jadi miring. Supaya ritmenya kembali normal, saya diminta berlatih jalan pelan-pelan,” tutur Susanto yang selalu didampingi sekretaris pribadinya untuk berlatih berjalan.
Oke, semoga profil salah satu Pengusaha Sukses ini bermanfaat ya :). ketemu lagi dipostingan lain. trims
0 komentar:
Posting Komentar